Dalam konsepsi Islam, yang membezakan antara orang kaya dengan orang miskin ialah rasa syukur manusia atas kurniaan Allah. Orang kaya adalah insan yang tak pernah lupa mensyukuri setiap kenikmatan yang diperolehnya. Sedang orang miskin adalah kelompok yang lalai bersyukur, kufur dan merasa tiap kurniaan yang didapatinya bukan karana campur tangan Allah.
Dalam kisah, Nabi Musa a.s pernah didatangi orang kaya dan orang miskin. Si-kaya minta agar dia didoakan menjadi orang miskin sedangkan si-miskin mohon agar didoakan menjadi orang kaya. Maka Musa meminta yang kaya agar dia menjadi orang yang kufur nikmat. Namun si-kaya menjawab, “Bagaimana aku boleh menjadi kufur kalau segala keperluan yang kuperlukan sudah tersedia dan aku hanya menggunakannya.” Kemudian Musa berkata, “Itulah sebabnya kamu tidak boleh menjadi miskin karana kamu selalu bersyukur.”
Kepada si-miskin, Musa meminta sebaliknya agar dia menjadi orang yang bersyukur. Tapi si-miskin tersebut menjawab, “Bagaimana aku dapat bersyukur kalau aku tak memiliki apa-apa. Untuk beribadah saja aku tak memiliki alat ibadah yang memadai.” Musa pun kembali menegaskan, “Itulah sebabnya kamu tidak bisa menjadi kaya karena kamu tidak mau bersyukur dengan apa yang ada.”
Bukankah Allah telah menjanjikan tawaran yang luar biasa bagi orang bersyukur, seperti firman-Nya QS. Ibrohim [14] : 7, “Barangsiapa yang mampu bersyukur kepada (di jalan) Allah maka (yakinlah) Allah akan melipatgandakan nikmat-Nya” Tentu manfaat syukur itu akan kembali dirasakan manusia sebagai subjek syukur, bukan terkembali kepada Allah karena Dialah Yang Maha Kaya.